Semangat Hari Kebangkitan Nasional 2010. By The Asap


Di masa kebangunan ini maka tiap-tiap orang harus menjadi guru, menjadi pemimpin”. Guru dan pemimpin itu sangat dibutuhkan untuk membangun karakter bangsa. Dalam membangun karakter, bangsa Indonesia perlu belajar sejarah7 tetapi secara dinamis. “Jikalau kita mempelajari dan mengagumi Sriwijaya dan Mataram dan Majapahit dan Banten dan Melayu dan Singasari, tetapi kita tidak menangkap dan meneruskan api yang bernyala-nyala dan berkobar di dalam jiwa-Sriwijaya, jiwa-Mataram, jiwa-Majapahit, jiwa-Banten, jiwa-Melayu itu, maka kita pun hanya mewariskan abu saja, mewariskan barang yang mati, mewariskan barang yang tiada harga.”

Semangat kebangkitan nasional muncul, ketika bangsa Indonesia mencapai tingkat perlawanannya yang tidak dapat dibendung lagi, untuk menghadapi kekuasaan kolonial Belanda yang tidak manusiawi dan tidak adil. Penegasan tekad bangsa untuk bebas dan merdeka dari belenggu kolonialisme dan imperialisme.

Kebangkitan kesadaran atas kesatuan kebangsaan atau nasionalisme yang lahir pada 20 Mei 1908, kemudian menjadi tonggak perjuangan yang terus berlanjut. Muncullah kemudian Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917) Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, 1912 Muhammadiyah, 1926 Nahdlatul Ulama, dan kemudian pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia.

Terlepas dari pro dan kontra penetapan Harkitnas yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei, tanpa sadar ataupun tidak sadar, kita telah memasuki abad ke dua peringatan Harkitnas yang ke 102 pada tahun 2010. Di tahun tahun awal abad ke dua ini, kita konsisten untuk terus menjaga nilai-nilai kebangkitan nasional sebagai roh dan jiwa perjuangan kita untuk membawa bangsa ini kea rah yang lebih baik. Ada banyak keberhasilan yang dicapai sehingga Negara kita ini tetap kokoh, ditengah banyaknya ancaman yang dapat melemahkan kokohnya bangsa kita. Namun kita sepakat untuk untuk menghadapi bagaimanapun besarnya ancaman tersebut demi tegaknya NKRI.

Penguatan dan pemeliharaan karakter kebangsaaan kita perlu menjadi perhatian kita bersama.

Karakter kebangsaan kita saat ini dan cobaan. Itu dapat kita lihat dari berbagai fenomena yang sering kita dengar dan saksikan di tayangan-tayangan media, etika dan moral bangsa ini mulai terganggu.

Upaya kita mengenang, mengingat, menjaga ingatan dan berjuang melawan lupa adalah sebuah proses epistemologis. Bahkan dalam hal yang sangat sederhana, mengingat adalah awal dari proses mengetahui. Ingatan kita adalah pengetahuan kita. Ingatan sebagai pengetahuan adalah proses memuntahkan ke permukaan semua realitas yang telah terjadi yang terkubur dalam file-file memori kita.

Mengenang para pemuda yang menyampaikan spirit bangkit pada era 1908 adalah sebuah upaya yang tidak saja memutar pita memori kita pada deretan para pahlawan bangsa ini yang dikenal, diberi gelar pahlawan dan didokumentasikan dalam arsip-arsip bertinta emas di tumpukan-tumpukan arsip negeri ini. Ada banyak pahlawan yang tidak terdaftar, yang hidup mereka berakhir tragis karena risiko menempatkan kebenaran dan keadilan di atas segala-galanya. Ada banyak figur di negeri ini yang pantas menjadi pahlawan, namun ’dikalahkan’ sejarah bangsa sendiri

Milan Kundera penulis buku The Book of Laughter mengatakan bahwa perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan manusia melawan lupa. Bangsa kita memang kerap jatuh dalam dosa mudah melupakan sejarah, pun sejarah penderitaan. Kita cenderung melupakan dosa-dosa kekerasan masa lalu dan berbagai penyimpangan terhadap martabat manusia entah karena kita takut mengingatnya atau karena kita merasa itu bukan bagian dari sejarah hidup kita. Munir misalnya selalu tampil mengingatkan kita semua agar tidak lupa. Mereka, seperti juga mendiang Bung Karno selalu berapi-api menggelegarkan jasmerah: jangan sekali-kali melupakan sejarah. Mereka dengan cara perjuangannya yang biasa namun konsisten hingga akhir telah berupaya melawan tindakan ”mematikan ingatan” oleh para penguasa sembari terus ”mempertahankan ingatan” terhadap berbagai penderitaan masa lalu.

Nilai-nilai kebangsaan, kepemimpinan dan teladan sangat kita butuhkan dalam zaman kita saat ini. Ada banyak penderitaan yang mendera hidup kita saat ini. Para penjajah itu tidak lagi dari negara lain, tetapi lahir dari negeri sendiri bahkan dalam diri pemerintah dan aparat kita. Korupsi masih merajalela. Kesewenangan-wenangan hukum masih berlaku; yang mencuri ayam dihukum, yang korup uang negara ratusan juta dan miliaran rupiah dibiarkan bebas. Para petani dan nelayan kita terus terjajah. Harga ditentukan sepihak oleh tengkulak dan pengusaha. Keringat mereka sering tak dihargai secara pantas. Kaum perempuan kita masih diperlakukan tidak adil, dijual, dijadikan budak seks. Nasib tenaga kerja juga tidak jelas, sering jadi korban di negeri orang.

Siapa yang harus jadi pahlawan untuk mereka-mereka ini? Boedi Oetomo hanyalah nama. Ki Hadjar Dewantara sudah tinggal kenangan. Para pemuda pemberani itu tinggal ingatan semata.

Semoga kita terus memelihara, menumbuhkan dan menguatkan jiwa nasionalisme kebangsaan kita sebagai landaan dasar dalam pembangunan. Menegakkan nilai-nilai demokrasi berlandaskan moral dan etika berbangsa dan bernegara, dan mempererat persaudaraan kita.

Mari kita bangkit bersama, kita bangkit bersama rakyat, bangkit untuk menggapai sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih indah. Mari bangkit, mari melawan lupa. Lupa bahwa kita adalah bangsa yang besar. Selamat Harkitnas 2010… Wassalam.

0 Komentar:

Posting Komentar

Update Informasi anda ...

Last Agenda Of Aspura ...

Buku tamu aspura... Isi Ya?



Yuk Jadi Sahabat Aspura ...

Informasi Lowongan Pekerjaan

Informasi Beasiswa Terbaru ...